Artikel ini telah diterbitkan di Jakarta Post, 7 Agustus 2018.
PADA 1 Agustus lalu, Ikatan Keluarga Alumni Lemhanas menyelenggarakan sebuah seminar di Jakarta yang membahas keabsahan riset tentang Perang Kemerdekaan 1945-1950 oleh pemerintah Belanda. Dalam sebuah surat pernyataan, para pembahas di seminar itu mengutarakan kekhawatiran mereka perihal dukungan pemerintah Belanda yang sejatinya diberikan sebagai sebuah upaya untuk menutup-nutupi kejahatan perang yang dilakukan Belanda selama Perang Kemerdekaan Indonesia. Mereka juga mencurigai bahwa kerja sama yang terjalin dengan para peneliti sejarah dari Universitas Gadjah Mada dalam proyek ini akan dimanfaatkan sebagai cara untuk melegitimasi upaya pemerintah Belanda tersebut. Hal ini bukan hanya menimbulkan penafsiran yang sangat keliru, namun juga mengancam integritas para rekan peneliti kami dari Indonesia.
PADA 1 Agustus lalu, Ikatan Keluarga Alumni Lemhanas menyelenggarakan sebuah seminar di Jakarta yang membahas keabsahan riset tentang Perang Kemerdekaan 1945-1950 oleh pemerintah Belanda. Dalam sebuah surat pernyataan, para pembahas di seminar itu mengutarakan kekhawatiran mereka perihal dukungan pemerintah Belanda yang sejatinya diberikan sebagai sebuah upaya untuk menutup-nutupi kejahatan perang yang dilakukan Belanda selama Perang Kemerdekaan Indonesia. Mereka juga mencurigai bahwa kerja sama yang terjalin dengan para peneliti sejarah dari Universitas Gadjah Mada dalam proyek ini akan dimanfaatkan sebagai cara untuk melegitimasi upaya pemerintah Belanda tersebut. Hal ini bukan hanya menimbulkan penafsiran yang sangat keliru, namun juga mengancam integritas para rekan peneliti kami dari Indonesia.
Pada 2016 pemerintah Belanda memutuskan untuk membiayai sebuah proyek penelitian tentang kekerasan militer selama Perang Kemerdekaan (1945-1950) dan meminta tiga lembaga penelitian, yakni KITLV, NIOD, dan NIMH, untuk menyusun sebuah usulan penelitian. Usulan penelitian yang didesain oleh ketiga lembaga tersebut kemudian disetujui Perdana Menteri Belanda, Mark Rutte, sebelum menerima usulan tersebut, telah terlebih dahulu meminta pertimbangan dari Presiden Republik Indonesia Joko Widodo yang menyatakan bahwa beliau tidak berkeberatan dengan diselenggarakannya penelitian tersebut.
Pemerintah Belanda menegaskan bahwa ketiga lembaga yang disebut di atas akan menyelenggarakan penelitian ini secara mandiri, tanpa campur tangan apapun dari pemerintah. KITLV dan NIOD adalah dua lembaga yang bernaung di bawah KNAW, Akademi Ilmu Pengetahuan Belanda. Sementara NIMH adalah bagian dari Kementerian Pertahanan Belanda. Namun, NIMH adalah lembaga yang independen yang dalam setiap penyelenggaraan penelitiannya selalu menerbitkan temuan-temuannya sesuai dengan kaidah ilmiah yang berlaku. Kemandirian ini berarti bahwa NIMH tidak dibayangi oleh ketentuan-ketentuan kementerian. Selain daripada itu, sebuah dewan penasihat ilmiah dibentuk dan ditugasi untuk mengukur keilmiahan usulan-usulan penelitian serta hasil-hasil yang dibuahkan dari proyek ini.
Penelitian terbaru yang dilakukan oleh sejarawan Remy Limpach dan Gert Oostindie menemukan bahwa personel militer Belanda menggunakan kekerasan yang berlebihan, dalam skala yang sangat besar selama perang kemerdekaan Indonesia berlangsung. Pada saat yang bersamaan, masih banyak pertanyaan yang belum terjawab berkait dengan sifat, cakupan, dan penyebab kekerasan tersebut. Dengan penelitian ini mungkin saja kasus-kasus baru bisa turut terungkap. Kami memandang penting juga untuk mengkaji secara sistematis perihal jalannya pengadilan militer, badan-badan intelijen, juga periode Bersiap mengingat kajian terhadap ketiga hal ini belum pernah dilakukan sebelumnya. Dengan menggunakan sumber-sumber lintas negara dan beragam kesaksian serta dengan bekerja sama dengan para peneliti dari Indonesia, kami berharap dapat memperoleh temuan baru yang lebih menyegarkan. Termasuk berkenaan dengan pertanyaan mengapa terlalu banyak waktu terlewatkan tanpa pernah dilakukan penelitian mendalam tentang ledakan kekerasan ini.
KITLV memimpin langsung sub-penelitian Bersiap dan Studi Regional. Bersiap adalah masa yang singkat namun penuh dengan kekerasan di awal Perang Kemerdekaan. Oleh sebab itu, hal ini menjadi bagian integral dalam proyek penelitian ini. Bersiap juga penting dalam konteks sejarah Belanda, khususnya dalam pertaliannya dengan tuntutan kejelasan tentang periode ini dari kalangan masyarakat Hindia di Belanda. Lebih jauh lagi, Bersiap adalah sebuah periode yang rumit yang dipenuhi dengan ketaksaan dan mitos. Riset ini akan menempatkan periode ini dalam konteks yang lebih luas tentang kekosongan kekuasaan dan kekerasan yang dilakukan di masa-masa awal Revolusi di Indonesia, dan dalam konteks perkembangan politik yang telah mulai tumbuh di masyarakat kolonial sebelum kedatangan Jepang.
Studi Regional melibatkan kerjasama dengan beberapa sejarawan dari Indonesia dan Belanda dengan fokus kewilayahan. Jurusan Sejarah Universitas Gadjah Mada memainkan peran yang paling penting dalam sub-proyek penelitian ini. Universitas Gadjah Mada telah membentuk kelompok peneliti Indonesia yang terdiri dari peneliti yang berasal dari beberapa universitas yang ada di Indonesia dari berbagai daerah. Kelompok peneliti ini akan bekerja sama dengan peneliti dari Belanda. Para peneliti Indonesia akan membangun skema penelitian mereka sendiri. Mereka akan menerbitkan secara mandiri temuan-temuan penelitian mereka dan juga akan menyumbang beragam artikel yang akan dikumpulkan bersama tulisan-tulisan rekan peneliti Belanda mereka.
Hasil dari penelitian ini utamanya ditujukan bagi masyarakat Belanda, tapi juga terbuka untuk masyarakat keilmuan dan para pembaca yang tertarik dengan penelitian ini. Nilai tambah dari kerja sama antara peneliti Belanda dan Indonesia ini adalah bahwa sumber dan sudut pandang dapat diperbandingkan, serta dialog tentang periode 1945 sampai 1950 dapat diperbincangkan. Lagipula, Perang Kemerdekaan Indonesia tidak lain tidak bukan adalah bagian dari sejarah Belanda, dan kami memandangnya sebagai sebuah tanggung jawab kami untuk menyelidiki kekerasan yang dilakukan militer Belanda terhadap rakyat Indonesia selama periode itu. Bertukar pikiran secara intensif antara sejarawan Indonesia dan Belanda sangatlah penting guna membangun pemahaman yang lebih mendalam tentang periode ini. Saling bertukar dan membandingkan sumber rujukan (semacam arsip, publikasi, dan kesaksian) diharapkan dapat membuahkan sebuah materi empiris terbaru. Ini sangat penting guna terciptanya analisis yang berimbang tentang periode dekolonisasi yang sangat rumit.